EMPAT ORANG YANG DIPERBOLEHKAN TIDAK SHOUM RAMADHAN
Sebagaimana kita ketahui
Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SAW) berfirman:
اَيَّا مًا مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ كَا نَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَا مُ مِسْكِيْنٍ ۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَ نْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(QS. Al-Baqarah 2: 184)
Salah satu syarat wajib puasa ialah mempunyai kemampuan fisik untuk berpuasa. Dan orang muslim yang tidak termasuk dalam keadaan mampu berpuasa, maka baginya boleh untuk tidak berpuasa, namun harus diganti. Diganti puasa dikemudian hari atau juga diganti dengan membayar fidyah.
Diantara mereka yang mendapatkan rukhshoh (keringanan) boleh tidak berpuasa Ramadhan ialah:
1. Orang yang sakit
Intinya orang yang sedang dalam keadaan sakit, dan dikhawatirkan akan bertambah parah sakit yang dideritanya jika ia berpuasa, atau kesembuhannya yang makin terhambat karena puasa itu, maka orang yang seperti ini masuk dalam kategori sakit yang membolehkannya untuk tidak berpuasa.
Ya kedua patokan itulah yang telah ditetapkan oleh ulama untuk kategori sakit yang mendapatkan _rukhshoh_untuk boleh tidak berpuasa. Entah sakitnya itu bertambah parah kalau berpuasa, atau kesembuhannya terhambat dan semakin lama jika ia paksakan puasa.
Jadi bukan sekadar asal sakit, kemudian seseorang beralasan untuk tidak berpuasa. Kalau sakit yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan puasa, ya tidak ada alasan untuk ia bisa meninggalkan puasa begitu saja.
2.Musafir
“Barang siapa diantara kalian yang sedang sakit atau dalam perjalanan, maka hendaknya diganti di hari lain” (QS Al-Baqoroh 2:184)
Ulama bersepakat bahwa perjalanan atau safar yang membolehkan seorang muslim untuk tidak atau berbuka puasa ialah perjalanan yang membolehkan untuk meng-qoshor atau menjama’ sholat. Artinya kalau dia boleh qoshor/jama’ sholat berarti dia juga boleh tidak berpuasa.
Yaitu perjalanan yang menempuh jarak 84 km menurut mazhab Imam Syafi’i atau perjalanan yang menempuh waktu seharian penuh menurut Jumhur (kebanyakan) Ulama.
Dan Jumhur ulama juga menambahkan satu syarat untuk perjalanan yang membolehkan seorang muslim tidak berpuasa, yaitu ia melakukan perjalanan sejak sebelum fajar. Bukan maksudnya memulai perjalanan sebelum waktu subuh, akan tetapi ia telah berniat untuk melakukan perjalanan sejak malam dengan begitu ia juga berniat untuk tidak berpuasa esok harinya.
Sebagai gantinya, ia harus berpuasa nanti dibulan lain selain Ramadhan selama hari yang ia tinggalkan karena perjalanan tersebut.
Lalu bagaimana jika melakukan perjalanan di siang hari dan kita sudah berpuasa sejak pagi?
Walaupun ada perdebatan, namun Jumhur Ulama mengatakan bahwa boleh membatalkan puasa bagi orang yang melakukan perjalanan padahal ia telah berpuasa dari pagi harinya. Jika memang perjalanan itu sangat melelahkan dan mengharuskan si Musafir itu untuk berbuka, ya boleh-boleh saja.
Ini berdasarkan dalil hadits Jabir Radhiyallahu 'Anhu (RA) yang melakukan perjalanan bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam (SAW) dan para sahabat lainnya. Ketika sampai disuatu daerah bernama Kuro’a Al-Ghonim (lembah dekat kota Asfan), para sahabat merasa kelelahan kemudian Rasul SAW membolehkan mereka untuk berbuka sebagaimana Rasul SAW juga berbuka puasa ketika itu.
Kemudian Rasul SAW mendengar bahwa ada beberapa sahabat yang tidak berbuka, dan Rasul pun berkata: “mereka itu bermaksiat”. (HR Muslim dan Tirmidzi)
Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul-Author mengatakan: “hadits ini adalah dalil bahwa seorang musafir boleh berbuka puasa walaupun ia telah niat puasa sejak malam (berpuasa sejak pagi hari)”.
Lalu bagaimana jika kita berpergian jauh namun kita tetap melakukan puasa?
Jumhur Ulama mengatakan bahwa sah puasanya orang yang bepergian jauh jika memang itu tidak menyulitkan atau menyusahkan si musafir. Seperti orang yang bepergian jauh dengan pesawat terbang, walaupun jauh tapi tidak terlalu melelahkan dan masih mampu untuk meneruskan puasanya. Maka yang seperti ini sah puasanya dan gugur kewajiban puasanya di hari itu.
Mereka (Jumhur) mengatakan bahwa ayat yang ada dalam surat Al-Baqoroh ayat 184 itu yang memerintahkan orang sakit dan musafir untuk mengganti puasanya di hari lain, maksud dari ayat itu ialah “Jika ia berbuka”, maka ia harus menggantinya di hari lain. Adapun jika sang musafir kuat untuk meneruskan puasanya maka puasanya tetap sah dan gugur kewajibannya.
Ini juga didukung oleh hadits Anas bin Malik RA yang berkata: “kami pernah bepergian bersama Rasul SAW, tapi tidak ada satupun yang mencela, baik itu orang yang berpuasa kepada yang berbuka atau orang yang berbuka kepada yang berpuasa.” (HR Bukhori dan Muslim)
3.Orang tua renta
Orang tua yang sudah tidak mampu lagi untuk menahan dirinya dari makan dan minum termasuk dalam kategori orang yang mendapatkan udzur syar’i untuk tidak berpuasa.
Berbeda dengan orang sakit atau musafir, orang tua renta yang tidak berpuasa, maka ia harus menggantinya bukan dengan puasa lagi di lain hari, akan tetapi mengganti dengan membayar Fidyah.
Ini berdasarkan firman Allah SWT:
“dan bagi mereka yang terasa berat untuk berpuasa, maka baginya membayar fidyah; memberi makan orang Miskin”. (QS Al-Baqoroh 184).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Orang tua renta laki-laki dan perempuan yang sudah tidak mampu lagi berpuasa. (HR Bukhori)
4.Perempuan yang hamil atau Menyusui
Termasuk golongan yang boleh untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan ialah perempuan yang sedang hamil atau sedang menyusui.
Perempuan yang hamil dikhawatirkan kesehatannya dan juga kesehatan janin yang dikandungnya akan terganggu jika si ibu berpuasa. Dan perempuan yang menyusui juga dikhawatirkan akan kekurangan air susunya jika ia berpuasa. Maka 2 perempuan ini dibolehkan untuk berbuka puasa, dengan mengganti puasanya di hari lain dan atau membayar fidyah.
Dalam Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, wanita menyusui yang tidak berpuasa secara penuh pada Ramadhan, menggantinya dengan membayar fidyah sejumlah hari ia tidak berpuasa. Ia tidak perlu mengganti puasa tersebut di hari lain di luar bulan Ramadhan.
Namun, apabila membayar fidyah tersebut memberatkan karena harus mengeluarkan biaya, sedangkan wanita yang menyusui tersebut kurang mampu, maka puasa yang ditinggalkan karena menyusui itu dapat diganti dengan puasa pada hari lain di luar Ramadhan.
Semoga kita tidak termasuk empat orang yang diperbolehkan tidak berpuasa sehingga dimudahkan dapat berkumpul bersama keluarga di Jannah...Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin...
Sebagaimana kita ketahui
Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SAW) berfirman:
اَيَّا مًا مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ كَا نَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَا مُ مِسْكِيْنٍ ۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَ نْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(QS. Al-Baqarah 2: 184)
Salah satu syarat wajib puasa ialah mempunyai kemampuan fisik untuk berpuasa. Dan orang muslim yang tidak termasuk dalam keadaan mampu berpuasa, maka baginya boleh untuk tidak berpuasa, namun harus diganti. Diganti puasa dikemudian hari atau juga diganti dengan membayar fidyah.
Diantara mereka yang mendapatkan rukhshoh (keringanan) boleh tidak berpuasa Ramadhan ialah:
1. Orang yang sakit
Intinya orang yang sedang dalam keadaan sakit, dan dikhawatirkan akan bertambah parah sakit yang dideritanya jika ia berpuasa, atau kesembuhannya yang makin terhambat karena puasa itu, maka orang yang seperti ini masuk dalam kategori sakit yang membolehkannya untuk tidak berpuasa.
Ya kedua patokan itulah yang telah ditetapkan oleh ulama untuk kategori sakit yang mendapatkan _rukhshoh_untuk boleh tidak berpuasa. Entah sakitnya itu bertambah parah kalau berpuasa, atau kesembuhannya terhambat dan semakin lama jika ia paksakan puasa.
Jadi bukan sekadar asal sakit, kemudian seseorang beralasan untuk tidak berpuasa. Kalau sakit yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan puasa, ya tidak ada alasan untuk ia bisa meninggalkan puasa begitu saja.
2.Musafir
“Barang siapa diantara kalian yang sedang sakit atau dalam perjalanan, maka hendaknya diganti di hari lain” (QS Al-Baqoroh 2:184)
Ulama bersepakat bahwa perjalanan atau safar yang membolehkan seorang muslim untuk tidak atau berbuka puasa ialah perjalanan yang membolehkan untuk meng-qoshor atau menjama’ sholat. Artinya kalau dia boleh qoshor/jama’ sholat berarti dia juga boleh tidak berpuasa.
Yaitu perjalanan yang menempuh jarak 84 km menurut mazhab Imam Syafi’i atau perjalanan yang menempuh waktu seharian penuh menurut Jumhur (kebanyakan) Ulama.
Dan Jumhur ulama juga menambahkan satu syarat untuk perjalanan yang membolehkan seorang muslim tidak berpuasa, yaitu ia melakukan perjalanan sejak sebelum fajar. Bukan maksudnya memulai perjalanan sebelum waktu subuh, akan tetapi ia telah berniat untuk melakukan perjalanan sejak malam dengan begitu ia juga berniat untuk tidak berpuasa esok harinya.
Sebagai gantinya, ia harus berpuasa nanti dibulan lain selain Ramadhan selama hari yang ia tinggalkan karena perjalanan tersebut.
Lalu bagaimana jika melakukan perjalanan di siang hari dan kita sudah berpuasa sejak pagi?
Walaupun ada perdebatan, namun Jumhur Ulama mengatakan bahwa boleh membatalkan puasa bagi orang yang melakukan perjalanan padahal ia telah berpuasa dari pagi harinya. Jika memang perjalanan itu sangat melelahkan dan mengharuskan si Musafir itu untuk berbuka, ya boleh-boleh saja.
Ini berdasarkan dalil hadits Jabir Radhiyallahu 'Anhu (RA) yang melakukan perjalanan bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam (SAW) dan para sahabat lainnya. Ketika sampai disuatu daerah bernama Kuro’a Al-Ghonim (lembah dekat kota Asfan), para sahabat merasa kelelahan kemudian Rasul SAW membolehkan mereka untuk berbuka sebagaimana Rasul SAW juga berbuka puasa ketika itu.
Kemudian Rasul SAW mendengar bahwa ada beberapa sahabat yang tidak berbuka, dan Rasul pun berkata: “mereka itu bermaksiat”. (HR Muslim dan Tirmidzi)
Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul-Author mengatakan: “hadits ini adalah dalil bahwa seorang musafir boleh berbuka puasa walaupun ia telah niat puasa sejak malam (berpuasa sejak pagi hari)”.
Lalu bagaimana jika kita berpergian jauh namun kita tetap melakukan puasa?
Jumhur Ulama mengatakan bahwa sah puasanya orang yang bepergian jauh jika memang itu tidak menyulitkan atau menyusahkan si musafir. Seperti orang yang bepergian jauh dengan pesawat terbang, walaupun jauh tapi tidak terlalu melelahkan dan masih mampu untuk meneruskan puasanya. Maka yang seperti ini sah puasanya dan gugur kewajiban puasanya di hari itu.
Mereka (Jumhur) mengatakan bahwa ayat yang ada dalam surat Al-Baqoroh ayat 184 itu yang memerintahkan orang sakit dan musafir untuk mengganti puasanya di hari lain, maksud dari ayat itu ialah “Jika ia berbuka”, maka ia harus menggantinya di hari lain. Adapun jika sang musafir kuat untuk meneruskan puasanya maka puasanya tetap sah dan gugur kewajibannya.
Ini juga didukung oleh hadits Anas bin Malik RA yang berkata: “kami pernah bepergian bersama Rasul SAW, tapi tidak ada satupun yang mencela, baik itu orang yang berpuasa kepada yang berbuka atau orang yang berbuka kepada yang berpuasa.” (HR Bukhori dan Muslim)
3.Orang tua renta
Orang tua yang sudah tidak mampu lagi untuk menahan dirinya dari makan dan minum termasuk dalam kategori orang yang mendapatkan udzur syar’i untuk tidak berpuasa.
Berbeda dengan orang sakit atau musafir, orang tua renta yang tidak berpuasa, maka ia harus menggantinya bukan dengan puasa lagi di lain hari, akan tetapi mengganti dengan membayar Fidyah.
Ini berdasarkan firman Allah SWT:
“dan bagi mereka yang terasa berat untuk berpuasa, maka baginya membayar fidyah; memberi makan orang Miskin”. (QS Al-Baqoroh 184).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Orang tua renta laki-laki dan perempuan yang sudah tidak mampu lagi berpuasa. (HR Bukhori)
4.Perempuan yang hamil atau Menyusui
Termasuk golongan yang boleh untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan ialah perempuan yang sedang hamil atau sedang menyusui.
Perempuan yang hamil dikhawatirkan kesehatannya dan juga kesehatan janin yang dikandungnya akan terganggu jika si ibu berpuasa. Dan perempuan yang menyusui juga dikhawatirkan akan kekurangan air susunya jika ia berpuasa. Maka 2 perempuan ini dibolehkan untuk berbuka puasa, dengan mengganti puasanya di hari lain dan atau membayar fidyah.
Dalam Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, wanita menyusui yang tidak berpuasa secara penuh pada Ramadhan, menggantinya dengan membayar fidyah sejumlah hari ia tidak berpuasa. Ia tidak perlu mengganti puasa tersebut di hari lain di luar bulan Ramadhan.
Namun, apabila membayar fidyah tersebut memberatkan karena harus mengeluarkan biaya, sedangkan wanita yang menyusui tersebut kurang mampu, maka puasa yang ditinggalkan karena menyusui itu dapat diganti dengan puasa pada hari lain di luar Ramadhan.
Semoga kita tidak termasuk empat orang yang diperbolehkan tidak berpuasa sehingga dimudahkan dapat berkumpul bersama keluarga di Jannah...Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin...
Komentar
Posting Komentar